Tuesday, December 16, 2014

sekolah sepak bola di indonesia terlaris




sekolah sepak bola di indonesia .......... Belajar Pendidikan Karakter Dibanding Sepak Bola Pendidikan watak itu bukanlah sesuatu yang muluk-muluk atau sulit. Pendidikan watak sebenarnya sudah ada dimana-mana. Sudah ada dikeluarga, dilingkungan sosial, bersekolah, tempat hiburan dan lainnya. Tapi saat ini kita bakal belajar sesuatu inti yang penting akan halnya pendidikan karakter daripada sepak bola. Ya, kenapa sepak bola karena kondisi atau contoh itu akan sangat mudah di analogikan (disamakan) dengan kondisi dan bagaimana mendidik karakter di dalam sekolah & rumah. Pada dasarnya pendidikan watak adalah memberikan aturan main pada kehidupan dan lingkungan sosial disertai dengan konsekuensi yang berlaku didalamnya. Lalu hubungan dengan sepak bola? Mudah, dalam sepak bola sudah berlaku aturan yang sangat baku & jelas. Ada aturan main & konsekuensi. Bila melanggar ada kartu kuning (peringatan), kartu merah (keluar daripada permainan), free kick, penalty, corner kick, terutama denda uang bagi pemain & team. Terutama yang lebih “sadis” lagi bila team tersebut kudu turun kasta ke liga yang lebih rendah lagi.

 Sebagai pecinta sepak bola, hamba sangat senang & berulang kali menggunakan contoh Dribbling itu kepada guru & orang tua yang ingin tahu akan halnya bagaimana mendidik watak anak dengan menggunakan contoh itu. Seorang keturunan perlu mengembangkan pengetahuan yang benar akan halnya bagaimana dunia itu bekerja, menyimak “aturan main” segala aspek yang ada di dunia itu & “hidup” didunia itu. Nah, masalahnya keturunan pada tatkala lahir dia tidak memiliki “konsep sosial” didalam kepalanya, oleh karena itu keturunan perlu tahu bagaimana aturan - aturan yang ada didalam dunia itu. Inilah Pendidikan Watak, mudah kan? Supaya tidak kena kartu kuning, tidak melanggar. Bila melanggar lagi ya kartu merah. Sehingga banyak dari pemain sepak bola bila kesal terhadap team lawan selalu berusaha menjaga kelakuan dengan berusaha menghormati wasit & tetap mengeluarkan uneg-uneg nya. Ya inilah jagat manusia, kadang-kadang ada yang pantas dan tidak namun diperlukan aturan untuk membuat semuanya teratur.

 Pada permainan sepak bola pemain inti dalam satu buah pertandingan adalah wasit. Banyangkan bila bermain tidak ada wasit maka kemungkinan besar tak pertandingan sepak bola lagi yang kita lihat. Namun UFC (Ultimate Fighting Championship) di lapangan sepak bola, alias tarung bebas dilapangan sepak bola. Sama dalam jagat pendidikan di bersekolah perlau ada figure yang berperan seperti wasit pada pertandingan sepak bola yang menjadi “penjaga” aturan di sekolah. & seringkali hal inilah yang menjadi kelemahan, wasit di sekolahnya tidak beroperasi dengan indah. Sama halnya dirumah, orang tua kurang bisa menjadi wasit dengan baik. Sehingga pendidikan karakter kurang dapat berjalan dengan maksimal. Perlu kita ketahui semua, pendidikan watak bukan semata-mata melepaskan pengetahuan semata namun menetapkan aturan & konsekuensi dilingkungan bersekolah & dirumah. Pada peraturan bersekolah misal: keturunan tidak bawa buku pelajaran oleh karena itu konsekuensinya mendapatkan tugas tambahan. Itu harus jelas & konsisten, dan dikomunikasikan kepada semua pihak termasuk orang tua.

 Bila kita melanggar aturan lalu lintas oleh karena itu jelas kita kena tilang, & kita bisa pilih mau slip merah atau biru. Merah bayar di tempat, bila biru kita bayar di tempat yang ditunjuk untuk mengurusi tilang (Bank BRI). & ini konsisten & semua masyarakat Indonesia yang menggunakan sekolah sepak bola kendaran bermotor sudah tahu. Inilah dasar daripada pendidikan watak. Ada aturan yang jelas & konsekuensi. Berikutnya, kadang sebaiknya seorang yang bertanggung jawab dibidang pendidikan watak adalah seorang yang memiliki minat, pada dunia “kemanusian” tidak mesti psikolog. Kenapa sebab ini berkaitan dengan menata aturan & konsekuensi bagi keturunan didik. Tentunya aturan ini kudu ditata bertolak pada jenjang dan usia & skala pelanggaran. Misal: hukuman keturunan yang mencuri atau merusak dengan sengaja property bersekolah tentunya akan bertentangan dengan anak yang lupa membawa alat tulis, atau tidak membawa kritik.

No comments:

Post a Comment